Connect with us

Daerah

Ketua Ultras Persikabo Curvasud (UPCS) Bogor Raya, Mengajak para Supporter Untuk Tidak Ikut Dalam Aksi Apapun

Published

on

Bogor Jurnaljakarya.com , — Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM), Risky Saputra, selaku Ketua Ultras Persikabo Curvasud (UPCS) Bogor Raya menyampaikan himbauan kepada seluruh anggota komunitas suporter yaitu menegaskan bahwa nilai-nilai kemanusiaan harus menjadi dasar dalam setiap aktivitas dukungan terhadap Persikabo.

Menurutnya, momentum Hari HAM adalah saat yang tepat untuk kembali menegaskan komitmen suporter terhadap perdamaian, persatuan dan penghormatan terhadap sesama Supporter

Dalam pernyataannya, Selasa (9/12), Ketua UPCS mengajak seluruh suporter untuk senantiasa menjaga solidaritas, persaudaraan, serta komunikasi yang sehat antaranggota.

Ia juga menekankan bahwa, keberagaman dalam komunitas suporter harus dirawat melalui sikap saling menghargai dan keterbukaan. “Dengan menjaga hubungan yang harmonis, UPCS dapat terus menjadi komunitas yang kompak dan dihormati di dunia sepak bola,” tandasnya.

Ia menyoroti pentingnya komunikasi yang baik dalam menyelesaikan setiap perbedaan yaitu Dengan dialog yang santun, setiap potensi gesekan dapat diredam sebelum berkembang menjadi konflik.

Ketua UPCS menegaskan bahwa, budaya saling memahami adalah kunci untuk menjaga kekuatan internal komunitas.

Pada kesempatan peringatan Hari HAM ini, ia menolak keras segala bentuk tindakan negatif seperti kekerasan, provokasi, perusakan fasilitas, ujaran kebencian dan ajakan anarkisme. Ia juga menegaskan bahwa, suporter harus menghindari segala bentuk pelanggaran HAM, seperti diskriminasi, intimidasi, perundungan, atau tindakan yang merendahkan martabat orang lain.

Menurutnya, menjaga kemanusiaan adalah bagian penting dari identitas suporter modern.

Ia juga turut mengimbau seluruh anggotanya, agar tidak terlibat dalam aksi apa pun yang dapat merusak masa depan generasi suporter sepak bola. Ia menekankan bahwa, dunia suporter Indonesia membutuhkan teladan yang mampu menunjukkan bahwa semangat mendukung tim dapat berjalan seiring dengan sikap damai dan bertanggung jawab.

Dengan maraknya aksi unjuk rasa yang anarkis Ia menghimbau agar para supporter, pelajar, mahasiswa dan masyarakat Mengantisipasi adanya flayer flayer ajakan aksi unjuk rasa di momen hari HAM yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2025 yang tidak adanya pertanggung jawaban bagi pembuat flayer yang dapat menghasut para generasi muda khususnya supoter Ultras Persikabo Curvasud (UPCS).

Ketua UPCS mengingatkan bahwa, menjadi suporter bukan hanya tentang memberi dukungan di tribun, tetapi juga tentang menjaga nama baik komunitas dan klub. Sikap tertib dan menghormati lingkungan adalah bentuk kontribusi nyata suporter dalam menciptakan dunia sepak bola yang lebih manusiawi, aman dan penuh nilai positif.

Menutup pernyataannya, Ketua Ultras Persikabo Curvasud Bogor Raya mengajak seluruh suporter untuk bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat agar tetap kondusif di wilayah Bogor Raya. “Merawat nilai kemanusiaan dan perdamaian bukan hanya kewajiban di momen Hari HAM, tetapi harus menjadi komitmen sepanjang waktu demi terciptanya budaya suporter yang membanggakan, beradab dan penuh kebersamaan,” pungkasnya. (Red).

Daerah

Abdul Haris Nepe: Anarkisme, Tanda Gagalnya Komunikasi Gerakan Mahasiswa

Published

on

By

Yogyakarta, Jurnaljakarta.com –– Aktivis Hak Asasi Manusia sekaligus Dewan Pembina Constitutional Law Study (CLS), Abdul Haris Nepe, menyoroti semakin hilangnya substansi perjuangan dalam gerakan mahasiswa kontemporer.

Hal tersebut disampaikan melalui keterangan saat kegiatan diskusi bertajuk “Dilema Gerakan Mahasiswa: Terkuburnya Substansi Tuntutan di Bawah Tumpukan Puing Kerusuhan” yang diselenggarakan oleh CLS Yogyakarta, Jum’at (19/12/2025).

Kegiatan diskusi tersebut berlangsung pada pukul 17.00 hingga 19.00 WIB di Café Lehaleha, Jalan Sukun Raya No. 422, Jaranan, Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan diikuti sekitar 25 peserta dari berbagai latar belakang aktivis dan mahasiswa.

Dalam forum tersebut, Abdul Haris Nepe menekankan bahwa, gerakan mahasiswa sejatinya merupakan kompas moral bangsa yang memiliki peran strategis dalam menjaga arah demokrasi dan keadilan sosial. Namun, menurutnya, gerakan mahasiswa saat ini berada pada persimpangan yang dilematis akibat degradasi metode perjuangan yang cenderung reaktif dan destruktif.

“Anarkisme bukanlah simbol kekuatan gerakan, melainkan tanda kegagalan komunikasi. Ketika ruang publik dipenuhi batu dan api, pada saat itulah ruang dialog mati,” tegas Abdul Haris Nepe.

Ia menjelaskan bahwa, tindakan anarkis justru menciptakan jarak antara mahasiswa dan masyarakat sipil. Alih-alih mendapatkan dukungan publik, gerakan mahasiswa berisiko kehilangan social capital akibat dampak langsung yang dirasakan masyarakat, seperti kemacetan, kerusakan fasilitas umum dan rasa tidak aman.

Lebih lanjut, Abdul Haris Nepe menilai bahwa, kerusuhan dalam aksi mahasiswa sering kali mengaburkan pesan utama perjuangan.

Media massa, kata dia, cenderung menyoroti aspek kekerasan ketimbang substansi tuntutan, sehingga memberikan ruang bagi penguasa untuk mendelegitimasi gerakan tanpa harus menjawab persoalan kebijakan yang dikritik.

“Isu-isu krusial seperti lingkungan, ekonomi, dan hukum akhirnya terkubur di bawah puing-puing kerusuhan. Ini adalah kerugian besar bagi perjuangan rakyat,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa, Indonesia lahir dari perdebatan ide yang keras, bukan dari kekacauan tanpa arah. Oleh karena itu, gerakan mahasiswa dituntut untuk kembali berpijak pada kesadaran historis dan mengedepankan kecerdasan strategis.

Dalam pandangannya, di era informasi saat ini, data dan argumentasi merupakan senjata utama perlawanan. Gerakan mahasiswa harus mampu bertransformasi dari sekadar pengerah massa menjadi penghasil solusi melalui jalur-jalur konstitusional, seperti pengajuan judicial review, penyusunan policy brief, serta pengorganisasian massa yang disiplin dan terarah.

“Kita tidak kekurangan keberanian, tetapi sering kekurangan strategi. Tanpa kecerdasan taktis, demonstrasi hanya akan menjadi ritual tahunan yang melelahkan, tanpa perubahan sistemik,” pungkas Abdul Haris Nepe.

Diskusi tersebut juga menghadirkan Landung Jalu Sudarma, Ketua Partai Prima Yogyakarta, yang menyoroti pentingnya perjuangan intelektual dan kritik terhadap praktik anarkisme dalam gerakan mahasiswa. (Red).

Continue Reading

Daerah

Prabu Foundation Gencarkan Edukasi Kebangsaan dan Literasi Digital, untuk Cegah Ekstremisme Anak

Published

on

By

Bandung, Jurnaljakarta.com – Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2025, Prabu Foundation menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Penguatan Nilai, Karakter Toleran, Pengawasan Media Sosial, dan Peran Keluarga serta Sekolah dalam Mencegah Radikalisme Anak Menjelang Nataru 2025” di Shakti Hotel Bandung, Rabu (3/12/2025).

Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 WIB ini dihadiri sekitar 30 peserta, menghadirkan pembicara dari berbagai instansi, mulai dari Kesbangpol Jawa Barat, Polda Jabar, Dinas Pendidikan Jawa Barat, Kementerian Agama, hingga mantan narapidana terorisme.

Acara dibuka dengan lagu Indonesia Raya pada pukul 09.25 WIB, dilanjutkan sambutan Ketua Umum Prabu Foundation Asep Muhargono sebelum memasuki sesi materi.

Melalui keterangannya, Kamis (4/12), Khoirul Naim dari Kesbangpol Jawa Barat, menekankan pentingnya memperkuat ketahanan masyarakat dari ancaman radikalisme yang berkembang seiring meningkatnya aktivitas digital.

“Di era sosial-digital sekarang, kita harus semakin waspada terhadap polarisasi dan intoleransi. Penguatan harmoni sosial harus terus dilakukan, terutama melalui sistem peringatan dini dan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.

Sementara dari Polda Jawa Barat, AKBP Rumi menyoroti perlunya keterlibatan semua pihak dalam menjaga ruang digital dari penyebaran paham ekstrem.

“Menjelang Nataru, pengawasan media sosial dan literasi digital menjadi sangat penting. Keluarga dan sekolah perlu terlibat aktif agar paham radikal tidak mudah menyusup kepada anak-anak,” katanya.

Pengalaman pribadi juga dibagikan oleh Roki Apris Dianto, mantan narapidana terorisme, yang menegaskan bahwa, remaja dan anak-anak kerap menjadi target jaringan radikal.

“Kelompok radikal sangat pandai mencari celah dan anak-anak sering jadi sasaran karena mudah diarahkan. Pengawasan terhadap pergaulan dan aktivitas online mereka adalah kunci pencegahan,” tuturnya.

Sementara itu, perwakilan Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dr. Iwan Sanusi, menegaskan bahwa, pendidikan karakter tetap menjadi benteng penting dalam membentuk ketahanan ideologis peserta didik.

“Nilai-nilai Pancawaluya seperti cageur, bageur, bener, pinter, dan singer harus ditanamkan sejak dini agar peserta didik memiliki karakter kuat dan tidak mudah terpengaruh ideologi berbahaya,” katanya.

Hal senada disampaikan Hari Teguh dari Kementerian Agama, yang menekankan perlunya peran aktif masyarakat dalam menjaga kerukunan.

“Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga persatuan bangsa. Sikap terbuka, saling menghargai, dan pengawasan terhadap konten digital harus diperkuat agar paham negatif tidak berkembang,” ujarnya.

FGD yang berlangsung hingga pukul 12.36 WIB ini diharapkan mampu menghasilkan strategi bersama dalam mencegah radikalisme pada anak dan remaja, terutama menjelang periode akhir tahun yang kerap menjadi momentum sensitif bagi penyebaran paham ekstrem. (Red).

Continue Reading

Daerah

Waspadai Pola Ajaran Terselubung, Eks NII Tekankan Pentingnya Pengawasan Orang Tua dan Sekolah

Published

on

By

Bandung, Jurnaljakarta.com — Mantan narapidana terorisme sekaligus eks anggota NII, Roki Apris Dianto, menyampaikan pandangannya mengenai upaya pencegahan radikalisme pada anak dalam sebuah forum Focus Group Discussion (FGD).

Melalui keterangannya, Rabu (3/12), Roki menekankan bahwa, ancaman radikalisme terhadap pelajar masih perlu diwaspadai. Ia menyinggung kembali insiden ledakan bom di SMAN 72 yang menjadi salah satu bukti bahwa kelompok radikal dapat menyasar anak-anak.

Menurutnya, anak-anak merupakan target yang mudah dipengaruhi karena memiliki karakter yang tulus, mudah percaya, dan rentan terhadap doktrin. “Ketika saya masih berada di lingkaran radikal, kelompok kami memang menjadikan anak usia sekolah sebagai sasaran rekrutmen,” ungkap Roki.

Ia menjelaskan bahwa, lingkungan pergaulan memiliki peran penting dalam membentuk cara pandang anak. Lingkungan yang positif akan mendorong anak mencari konten yang bermanfaat di internet. Sebaliknya, lingkungan yang buruk dapat menyeret anak ke konsumsi konten negatif di media sosial. Karena itu, ia menekankan pentingnya kepedulian orang tua dalam memantau pergaulan anak.

Roki juga menyoroti temuan tulisan tertentu pada senjata pelaku dalam kasus bom SMAN 72, yang menurutnya menunjukkan adanya pola ajaran terselubung.

Ia menduga pola-pola tersebut masih berkembang, termasuk pola penyamaran yang kerap diajarkan dalam jaringan NII.

“Terorisme itu seperti ketapel dan tsunami tidak terdeteksi, tapi ketika muncul dampaknya sangat besar,” ujar Roki.

Ia mengingatkan agar kewaspadaan terus ditingkatkan, khususnya untuk melindungi anak-anak dari paparan paham ekstrem.

Sebagai penutup, Roki menyampaikan pesan moral dengan mengutip ajaran Sultan Agung Hanyokrokusumo: “Mangasah mingising budi memasuh malaning bumi” Ia menjelaskan bahwa makna kalimat tersebut adalah pentingnya mengasah budi pekerti untuk membasuh melapetaka di bumi. (Red).

Continue Reading

Populer