Connect with us

Nasional

JSI Menjadi Tuan Rumah Dalam Ajang Team Indonesia & Team Europe Bersepeda Bersama Akhiri Kekerasan Digital Terhadap Wanita dan Anak Perempuan.

Published

on

JURNALJAKARTA.COM  – PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk (JSI) melalui ruang publik flagshipnya, One Satrio, menjadi tuan rumah dalam Kegiatan “Team Indonesia & Team Europe bersepeda bersama ( Bike Ride) dalam kampanye tahunan 16 Days of Activism Against Gender-Based Violence (16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender). Sabtu (6/12/2025).

General Manager Commercial Property PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk.Stella Kohdong menjelaskan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan digital yang marak dialami perempuan dan anak perempuan. Melalui kegiatan bersepeda ini pesan tentang kesetaraan gender, solidaritas, dan pentingnya ruang publik serta ruang digital yang aman disampaikan dengan cara yang inklusif dan mudah diterima masyarakat,” jelasnya.

Pemilihan One Satrio, yang berada di kawasan strategis Golden Triangle, ini berperan sebagai Jakarta’s New Urban Activity Hub, ruang publik modern yang mendukung aktivitas outdoor, konektivitas pedestrian, jalur sepeda aman, interaksi komunitas, serta landskap hijau. Dengan fasilitas seperti running track, dog park, jalur sepeda, dan open lawn. One Satrio telah menjadi destinasi favorit masyarakat untuk
beraktivitas dan menikmati gaya hidup urban yang sehat dan humanis,” tambahnya.

Menurutnya, keterlibatan JSI dalam kampanye global ini mencerminkan komitmen perusahaan terhadap isu sosial dan kesetaraan. “One Satrio kami hadirkan sebagai ruang publik yang aman, inklusif, dan relevan bagi masyarakat urban.

Menjadi tuan rumah kampanye 16 Days of Activism adalah kehormatan sekaligus wujud dukungan kami terhadap upaya penghapusan kekerasan berbasis gender maupun kekerasan digital,” tukasnya.

Sementara ditempat terpisah H.E. Denis Chaibi, selaku Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, mengapresiasi dukungan JSI. “Bersepeda adalah simbol kota yang sehat, aman, dan berkelanjutan. Kami sangat menghargai kerja sama dengan JSI yang telah menyediakan ruang urban berkualitas untuk menyampaikan pesan penting tentang kesetaraan gender dan penghapusan kekerasan berbasis gender,” ujar H.E. Denis.

Sebagai ruang publik modern dengan konsep green urban design, One Satrio turut memperkuat tren “outdoor revival” di Jakarta dan memberikan nilai sosial-ekonomi bagi kawasan pusat kota melalui aktivitas UMKM F&B, komunitas olahraga, dan industri kreatif.

Melalui penyelenggaraan “Team Indonesia & Team Europe – BIKE RIDE”, JSI kembali menegaskan perannya sebagai pengembang yang tidak hanya membangun fisik kota, tetapi juga menghadirkan nilai sosial, budaya, dan kemanusiaan di ruang-ruang yang diciptakannya.

“JSI tidak hanya membangun properti, kami mengkurasi kehidupan kota. One Satrio menjadi ruang yang mempertemukan komunitas lokal dan internasional, serta menunjukkan bagaimana ruang publik dapat menjadi pusat energi positif dan kolaborasi,” tambah perwakilan manajemen JSI.

Dalam kesempatan yang sama Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan, aksi bersepeda bersama ini melambangkan tekad kolektif kita untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari segala bentuk kekerasan. Seperti halnya para pesepeda yang tertib berbagi jalan, kita juga harus berbagi tanggung jawab dalam memastikan ruang digital aman bagi semua Wanita dan anak perempuan.

Indonesia menyambut baik kolaborasi ini dengan Uni Eropa seiring dengan upaya kita untuk memperkuat kerja sama dalam mendorong kesetaraan gender dan perlindungan hak asasi manusia,” ujarnya.

Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye advokasi komprehensif, di mana Uni Eropa bermitra dengan organisasi masyarakat sipil dan pemuda-pemudi untuk mendukung inisiatif mereka dalam menangani kekerasan berbasis gender di ranah digital,” pungkasnya. (Red)

Pohukam

Penguatan Penegakan Hukum dan Good Governance Sebagai Pondasi Pemerintah Bersih dan Berintegritas

Published

on

By

JURNALJAKARTA.COM  – Mahkamah Agung Republik Indonesia menegaskan komitmennya dalam memperkuat penegakan hukum sebagai fondasi utama mewujudkan pemerintahan yang bersih, berintegritas dan berlandaskan prinsip good governance.

Melalui keterangannya, Rabu (26/11), Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dr. H. Sobandi, S.H, M.H, menegaskan pentingnya penguatan penegakan hukum sebagai pondasi utama dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, berintegritas dan berorientasi pada prinsip good governance.

Pernyataan ini disampaikan dalam rangka memperkuat komitmen bersama menghadapi tantangan penyelenggaraan negara yang semakin kompleks di era digital dan dinamika global saat ini.

Dalam pandangannya, Dr. Sobandi menekankan bahwa, pemerintah yang bersih dan berintegritas merupakan cita-cita kolektif seluruh bangsa Indonesia. “Upaya penegakan hukum yang dilakukan secara tegas, transparan dan tanpa pandang bulu adalah fondasi penting yang menentukan kualitas tata kelola pemerintahan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa, penegakan hukum tidak boleh berhenti pada aspek penindakan semata, melainkan harus mencakup pembangunan sistem yang mampu mencegah potensi penyimpangan sedari awal.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa, upaya pencegahan dapat diwujudkan melalui penguatan mekanisme pengawasan internal, perbaikan proses kerja, serta penumbuhan budaya integritas di seluruh tingkatan birokrasi, baik pusat maupun daerah.

Menurutnya, integritas merupakan prasyarat utama lahirnya keadilan yang berkelanjutan. “Integritas adalah roh dari kekuasaan kehakiman, tanpa integritas, keadilan kehilangan maknanya,” tegas Dr. Sobandi.

Dalam konteks reformasi birokrasi nasional, Mahkamah Agung terus mendorong percepatan modernisasi dan transformasi layanan peradilan. Hal ini dilakukan melalui digitalisasi proses peradilan, peningkatan kualitas SDM aparatur, serta penguatan standar profesionalisme dalam setiap aspek penyelenggaraan peradilan.

Dr. Sobandi menegaskan bahwa, Mahkamah Agung berkomitmen menghadirkan aparatur peradilan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki integritas dan orientasi kuat terhadap pelayanan publik yang berkualitas.

Ia menambahkan bahwa, reformasi ini bukan sekadar agenda institusi peradilan, tetapi merupakan bagian dari upaya besar untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional. “Ketika masyarakat melihat bahwa proses hukum berjalan objektif, transparan dan akuntabel, maka kepercayaan publik akan meningkat dan inilah yang menjadi pondasi stabilitas pemerintahan,” jelasnya.

Dr. Sobandi juga menyoroti pentingnya sinergi antar lembaga dalam memastikan efektivitas penegakan hukum. Menurutnya, kolaborasi antara Mahkamah Agung, aparat penegak hukum, serta lembaga pengawasan internal maupun eksternal menjadi faktor utama yang menentukan objektivitas dan akuntabilitas setiap tindakan hukum. “Tidak ada satu lembaga pun yang bisa bekerja sendirian. Penegakan hukum hanya dapat berjalan kuat jika dilakukan dengan kerja sama yang solid dan koordinasi yang berkelanjutan,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa, sinergi itu harus dibangun di atas prinsip independensi, profesionalitas dan keterbukaan informasi agar setiap proses penegakan hukum dapat diawasi masyarakat tanpa mengganggu proses peradilan itu sendiri.

Selain aspek kelembagaan, Dr. Sobandi menegaskan bahwa, upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan berintegritas bukan hanya menjadi tanggung jawab lembaga negara. Seluruh elemen masyarakat mulai dari aparatur negara, akademisi, dunia pendidikan, media massa, hingga masyarakat sipil memiliki peran strategis dalam mengawal integritas penyelenggaraan pemerintahan. Melalui edukasi publik, partisipasi masyarakat, serta pengawasan sosial, komitmen terhadap integritas dapat diperkuat dan diperluas.

“Integritas bukan hanya slogan, tetapi perilaku kolektif. Pemerintahan yang bersih mewajibkan partisipasi seluruh rakyat Indonesia,” ungkapnya.

Menutup pernyataannya, Dr. Sobandi mengajak seluruh elemen bangsa untuk memperkuat semangat kolaborasi dan keterbukaan dalam membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan tata kelola pemerintahan.

Ia berharap, upaya bersama ini menjadi langkah nyata dalam perjalanan panjang bangsa menuju pemerintahan yang bersih, berkeadilan dan berorientasi pada kepentingan rakyat. “Dengan kolaborasi, integritas dan profesionalitas, kita dapat membangun Indonesia yang lebih bersih, transparan dan berkeadilan bagi seluruh rakyatnya,” pungkasnya. (Red).

Continue Reading

Pohukam

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia Mengapresiasi Kinerja Polri

Published

on

By

JURNALJAKARTA.COM  – Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati Tangka, tegas menolak revisi Undang-Undang (RUU) Polri. Pasalnya, UU yang saat ini berlaku telah mengatur semua hal terkait Kepolisian dengan kajian matang.

Menurutnya, hanya diperlukan pelaksanaan serta pengawasan yang diperkuat sehingga dapat berjalan optimal.

“Jika ingin merevisi, tidak perlu dalam segi undang-undang menurut saya. Bagaimana institusi Kepolisian ini diperbaiki di dalam. Itu saja, tidak perlu melalui revisi undang-undang,” ujar Mike melalui keterangannya, Jum’at (21/11/2025).

“Bagaimana kebijakan teknis, regulasi operasional, yang itu memperkuat institusi Polri,” sambungnya.

Mike menuturkan, pembenahan Polri bukan dengan merubah undang-undang melainkan sanksi yang dijatuhkan terhadap pelanggaran harus jelas dan tegas. Langkah itu dinilainya lebih solutif dari segi pembinaan maupun efek jera, demikian juga dengan reward yang diberikan secara obyektif kepada anggota Polri yang berprestasi, sehingga perbaikan bisa benar-benar terjadi dari dalam yang secara perlahan namun pasti, akan dirasakan oleh masyarakat luas.

“Pengaturan sudah cukup kuat,” ucapnya.

Tak hanya itu, kata Mike, perbaikan juga bisa dilakukan dengan cara pemberian kewenangan pengawasan terhadap kinerja Kepolisian kepada masyarakat.

“Bagaimana institusi Kepolisian ini imputable. Bukan Cuma Polisi, masyarakat umum bisa men-tracking apa saja misalnya yang sudah dikerjakan Polisi, termasuk indikasi-indikasi korupsi. Bagaimana ini saja yang dikuatkan,” tuturnya.

Jika tetap revisi dilakukan, kata Mike, hal-hal tadi saja yang perlu diperkuat. Bagaimana institusi kepolisian menjalankan mandatnya dan mengurangi persoalan korupsi di tubuh Polri.

“Kita butuh penegakan hukum yang kuat. Sudah bukan alasan lagi untuk tidak berbenah diri,” papar Mike.

Jika revisi UU Polri dilakukan, ia tak ingin hal itu melenceng dari konstitusi. Terutama terkait peran dan fungsi dari Polri. “(Revisi harus) Dikembalikan sesuai yang ditetapkan oleh konstitusi kita, UUD 1945. Bagaimana peran Polri sesuai konstitusi. Polri secara resmi telah membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri yang termaktub sesuai Surat Perintah (Sprin) Kapolri Nomor Sprin/2749/IX/2025 tertanggal 17 September 2025. Hal ini merupakan tindak lanjut Polri untuk bekerja sama dengan Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, melalui pendekatan sistematis. Tujuan pembentukan tim tersebut untuk mengelola transformasi institusi guna mencapai proses dan tujuan akselerasi transformasi Polri sesuai dengan harapan masyarakat. Proses dan tujuan mendasar dan luas yang melibatkan seluruh satuan kerja dan wilayah berdasarkan visi strategis (Grand Strategy Polri 2025 -2045),” pungkasnya.

Saat ini peningkatan kepercayaan publik terhadap Polri yang tembus 76,2 persen dalam survei Litbang Kompas edisi Oktober 2025 menuai apresiasi. Angka ini dinilai sebagai bukti bahwa reformasi di tubuh Kepolisian mulai benar-benar dirasakan masyarakat. (Red).

Continue Reading

Pohukam

Hak Tanggungan Pemenang Lelang, Pemohon: MK Harus Kabulkan Gugatannya

Published

on

By

Siti Aisyah, Pemohon dalam Sidang Pemeriksaan Pebaikan Permohonan Perkara 208/PUU- XXIII/2025 di MK , Kamis (20/11/2025). (Foto Humas/Hamdi)

JURNALJAKARTA.COM, – Siti Aisah, selaku Pemohon yang menguji Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang perbaikan permohonan dalam Perkara Nomor 208/PUU-XXIII/2025, pada Kamis (20/11/2025) di Ruang Sidang MK, yang dipimpin Ketua MK, Suhartoyo.

Agenda Sidang kali ini penyampaian perbaikan dalil Pemohon Siti Aisah yang menilai Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 karena dianggap mengurangi perlindungan hak milik pemenang lelang.

Menurutnya, objek lelang sering masih dikuasai debitur sehingga membuka peluang sengketa dan memperlambat pelaksanaan eksekusi.

“Penjelasan tersebut khususnya tentang lelang hak tanggungan dianggap tidak memberikan perlindungan bagi pemenang lelang selaku pemilik harta benda pribadi karena objek lelang masih dalam kekuasaan debitur dan memberikan ruang kesempatan kepada debitur untuk sewenang-wenang menguasai harta benda pemenang lelang dengan melakukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada pemenang lelang demi memperpanjang waktu untuk objek lelang. Padahal, konstitusi menjamin perlindungan hak milik dan harta benda pemenang lelang,“ ujarnya.

Pemohon juga menyampaikan bahwa, ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi.

Lebih lanjut, Pemohon menilai Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) berpotensi ditafsirkan hanya memberikan kewenangan eksekusi penjualan kepada kreditor tanpa mencakup eksekusi pengosongan objek lelang. Kondisi ini dianggap bertentangan dengan asas pengayoman, keadilan, kemanusiaan, dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

“Dengan demikian, dengan sepatutnya Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 patut ditafsirkan untuk sampai ke tahap pelelangan umum. Pemegang hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial untuk mengeksekusi objek hak tanggungan dan pengosongan objek hak tanggungan,” jelasnya.

Sebelumnya, Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 6 UU UU HT tidak memberikan perlindungan hukum terhadap pembeli lelang yang beritikad baik. Pemohon menilai ketentuan tersebut hanya menguntungkan pihak bank atau kreditur, sementara pembeli lelang justru harus menanggung beban hukum dan administratif setelah proses lelang selesai.

Pemohon menegaskan bahwa, permohonannya tidak bersifat ne bis in idem, sebagaimana diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 7 Tahun 2025.

Ia juga menyebut, beberapa perkara serupa yang pernah diputus MK, di antaranya Putusan Nomor 97/PUU-XXIII/2025, Putusan Nomor 70/PUU-VIII/2010, Putusan Nomor 84/PUU-XVIII/2020, dan Putusan Nomor 21/PUU-XVIII/2020.

Dalam permohonannya, Pemohon mempersoalkan frasa “Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri” sebagaimana dimuat dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Menurutnya, frasa “kekuasaan sendiri” bersifat ambigu dan menimbulkan ketidakpastian hukum, karena dapat dimaknai bank hanya menguasai sertifikat jaminan, bukan objek tanah di lapangan.

Pemohon merupakan pemenang lelang atas jaminan Bank BRI Cabang Slawi, Kabupaten Tegal, yang perkaranya berlanjut hingga tingkat banding dan Kasasi. Namun, hingga seluruh proses hukum selesai, objek lelang masih dikuasai oleh debitur. Kondisi ini menyebabkan Pemohon menghadapi berbagai gugatan hingga ke Mahkamah Agung, yang menurutnya menguras waktu, tenaga, dan biaya, meski ia merupakan pembeli beritikad baik.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 6 UU Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan “Untuk sampai kepada tahap pelelangan umum harus didahului dengan eksekusi atas objek hak tanggungan dan pengosongan objek hak tanggungan,” pungkasnya. (Red/Hms MK).

Continue Reading

Populer